Mengenal Semiotika
Semiotik Semiotik atau semiologi
merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah
semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan semiotik lazim
dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah yang berasal dari kata Yunani
semeion yang berarti ‘tanda’ atau ‘sign’ dalam bahasa Inggris itu adalah
ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya. Secara umum, semiotik didefinisikan sebagai berikut. Semiotics
is usually defined as a general philosophical theory dealing with the
production of signs and symbols as part of code systems which are used
to communicate information. Semiotics includes visual and verbal as well
as tactile and olfactory signs (all signs or signals which are
accessible to and can be perceived by all our senses) as they form code
systems which systematically communicate information or massages in
literary every field of human behaviour and enterprise. (Semiotik
biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan
produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode
yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi
tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory
[semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh
seluruh indera yang kita miliki] ketika tanda-tanda tersebut membentuk
sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan
secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia).
Awal mulanya konsep semiotik diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure
melalui dikotomi sistem tanda: signified dan signifier atau signifie
dan significant yang bersifat atomistis. Konsep ini melihat bahwa makna
muncul ketika ada hubungan yang bersifat asosiasi atau in absentia
antara ‘yang ditandai’ (signified) dan ‘yang menandai’ (signifier).
Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan
sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah
“bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Jadi, penanda adalah
aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan
apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran,
atau konsep. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa (Bertens,
2001:180). Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa dan karena
itu tidak merupakan tanda. Sebaliknya, suatu petanda tidak mungkin
disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda; petanda atau yang
dtandakan itu termasuk tanda sendiri dan dengan demikian merupakan suatu
faktor linguistik. “Penanda dan petanda merupakan kesatuan seperti dua
sisi dari sehelai kertas,” kata Saussure. Louis Hjelmslev,
seorang penganut Saussurean berpandangan bahwa sebuah tanda tidak hanya
mengandung hubungan internal antara aspek material (penanda) dan konsep
mental (petanda), namun juga mengandung hubungan antara dirinya dan
sebuah sistem yang
lebih luas di luar dirinya. Bagi Hjelmslev,
sebuah tanda lebih merupakan self-reflective dalam artian bahwa sebuah
penanda dan sebuah petanda masing-masing harus secara berturut-turut
menjadi kemampuan dari ekspresi dan persepsi. Louis Hjelmslev dikenal
dengan teori metasemiotik (scientific semiotics). Sama halnya dengan
Hjelmslev, Roland Barthes pun merupakan pengikut Saussurean yang
berpandangan bahwa sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi
dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Semiotik, atau
dalam istilah Barthes semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari
bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to
sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan
mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek
tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak
dikomunikasikan, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari
tanda. Salah satu wilayah penting yang dirambah Barthes dalam studinya
tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun
merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktivan pembaca agar dapat
berfungsi. Barthes secara lugas mengulas apa yang sering disebutnya
sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang dibangun di atas sistem
lain yang telah ada sebelumnya. sistem ke-dua ini oleh Barthes disebut
dengan konotatif, yang di dalam buku Mythologies-nya secara tegas ia
bedakan dari denotative atau sistem pemaknaan tataran pertama. (Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Semiotika)
Komentar
Posting Komentar