Seni Rupa Yunani Kuno dan Romawi Sebagai Penanda Kebangkitan Peradaban Seni Barat
Hai sobat semua...
semoga limpahan keberkahan selalu menyertai, seperti tulisan singkat ini semoga
bisa memberikan ilmu yang berkah dan menambah wawasan tentang seni rupa bagi
kita semua. Seni sebagai sebuah wahana tidak lepas dari berbagai dinamika budaya
termasuk modernitas. Pada kesempatan kali ini, saya ingin sedikit membahas
tentang seni rupa, sejarah, sekaligus perkembangannya dalam arus modernisasi.
Berbicara
mengenai seni rupa modern, tidak terlepas dari latar belakang sejarah hingga
eksistensinya yang dinamis dari masa ke masa. Seni rupa dapat diartikan sebagai
sebuah karya seni yang memiliki rupa (wujud) secara fisik. Seni rupa modern
merupakan sebuah gaya dalam karya rupa yang dilatarbelakangi oleh konsep-konsep
tentang modernitas. Kata modern seringkali diartikan sebagai sesuatu yang baru
dibuat, terjadi – saat ini, praktis, atau populer. Namun pengertian ini tidak
sepenuhnya sesuai dengan konsep modernitas dalam dunia seni. Cara berpikir
modern adalah pemikiran tentang sesuatu yang baru dan biasanya dipertentangkan
dengan yang lama. Maka dalam seni, modernitas dapat diartikan sebagai karya
seni baru berdasarkan pola penciptaan yang baru dengan sikap dan watak kreatif
masing-masing seniman (Prawira, 2016: 3). Berdasarkan pengertian tersebut maka konsep
seni rupa modern sangat dipengaruhi oleh perkembangan seni rupa itu sendiri
dari masa ke masa. Perkembangan seni rupa modern yang ada saat ini sangat
dipengaruhi oleh gaya seni rupa barat (Eropa) sebagai titik tolak perkembangan
seni rupa di dunia meskipun, masing-masing tempat di berbagai belahan dunia
memiliki ciri khas yang berbeda.
Perkembangan
seni rupa di Eropa merupakan sebuah kontestasi akan gaya, ide-ide tentang seni,
estetika, dan filsafat dari masing-masing seniman. Gaya atau aliran yang satu
muncul sebagai akibat menentang (mereaksi) aliran atau gaya sebelumnya
(Prawira, 2016: 1). Hal ini dapat dilihat sebagai benang merah tentang sejarah
dan perkembangan seni rupa di Eropa. Reaksi dan pertentangan antara satu dan
lainnya didasari oleh idealisme, tujuan, perubahan dinamika sosial budaya dan
konsepsi dari dalam diri sang seniman. Argumentasi akan perbedaan pandangan
diperkuat oleh nilai-nilai kebebasan dalam berpikir dan berkarya pada saat itu.
Sejak era
prasejarah, manusia telah mengenal beberapa kebudayaan sederhana dalam beberapa
kelompok kecil masyarakat. Salah satu kebudayaan tersebut adalah cara
berkomunikasi melalui simbol-simbol berupa gambar (pictograph) karena pada saat itu belum
ditemukan huruf-huruf sebagai komponen utama tulisan. Gambar-gambar berupa
lukisan di dinding gua yang menggambarkan keseharian masyarakat purba sangat
erat dengan mistik, ritual, dan berbagai kegiatan sehari-hari masyarakatnya.
Lukisan-lukisan tersebut sangat erat dengan kesan mistik karena pada waktu itu
kepercayaan akan arwah orang yang meninggal dan paham dinamisme sangat kuat.
Pada abad-abad berikutnya, sifat karya seni memiliki fungsi yang lebih beragam
yang tidak hanya untuk keprluan ritual, namun juga fungsi komunikasi dan
estetika. Hal-hal ini dapat dilihat dari berbagai situs purbakala di dunia
seperti Mesir, Yunani, bahkan hingga ke Asia termasuk Indonesia.
Perkembangan
dan dominasi seni rupa Yunani sering disebut sebagai gaya seni yang mendominasi
Eropa sejak ribuan tahun SM. Orang Yunani kuno senang membuat karya yang
memiliki nilai-nilai kesempurnaan wujud manusia sehingga terkesan detail dan
rinci secara anatomis. Karya yang dihasilkan menggambarkan wujud para Dewa
dalam mitologi Yunani kuno, sehingga perwujudan sempurna manusia merupakan
bentuk penghormatan terhadap para Dewa. Selanjutnya, bangsa yang menjadi
pewaris terbesar gaya Yunani kuno adalah bangsa Romawi. Hal ini karena bangsa
Romawi dalam karya-karyanya, konsisten mengikuti kaidah-kaidah seni rupa Yunani
secara fisik meskipun memiliki tujuan dan fungsi berbeda. Karya-karya bangsa
Romawi ditujukan untuk menunjukkan kekuatan dan sifat-sifat mereka pada dunia.
Era kemajuan seni rupa Yunani dan Romawi ini oleh berbagai ahli disebut sebagai
era seni klasik. Munculnya berbagai gerakan seni rupa modern tidak terlepas
dari perkembangan-perkembangan pemikiran dan situasi sejak era setelah seni
klasik mendominasi Eropa. Tingginya pengaruh gereja pada masa abad pertengahan,
dan juga runtuhnya kekuasaan Romawi pada tahun 476 M, sedikit banyak mempengaruhi
gaya dan perkembangan kesenian pada masa itu. Adanya pembatasan terhadap
nilai-nilai kebebasan membuat seni tidak lagi berporos pada humanistis namun ke
arah dogmatis. Pada masa inilah banyak ahli menilai sebagai era kemunduran bagi
kesenian, dan sering disebut abad kegelapan atau dark ages.
Berbicara
tentang sejarah seni rupa barat, maka tidak lepas dari berbagai karya-karya
monumental berukuran besar, agung, presisi, dan suci pada era klasik. Seni rupa
klasik barat dipengaruhi oleh dua kebudayaan besar yaitu kebudayaan Yunani dan
Romawi sebagai landasan gaya penciptaannya. Sebelum era kejayaan Romawi,
kebudayaan Yunani kuno lebih dahulu mendominasi dunia seni rupa klasik di
Eropa. Pada saat itu, seni rupa selalu bergaya naturalisme yang diidealisir mengikuti
bentuk-bentuk alam. Gaya peniruan yang berbentuk alam ditampilkan secara
sempurna berdasarkan pendekatan intelektual, sains, dan filsafat humanisme
(Prawira, 2016: 7). Dalam seni rupa Yunani kuno, bentuk-bentuk manusia
ditampilkan secara realistik secara anatomi, bahkan mengacu pada nilai-nilai
kesempurnaan manusia. Rasionalitas dalam karya sangat diperhitungkan pada era
klasik sehingga karya yang dihasilkan cenderung monoton, kaku, dan terbatas
pada kerangka sains. Kesenian Yunani mengutamakan imitasi alam dengan
ditambahkan idealisasi menghasilkan jenis kesenian yang tidak emosional, dan
penuh perfeksi (Soedarso Sp dalam Prawira, 2016: 8). Meskipun demikian, gaya
ini banyak dilanjutkan oleh bangsa Romawi sebagai pewaris terbesar kesenian
klasik Yunani.
Karya
seni rupa Romawi tidak hanya dipengaruhi oleh budaya yunani, namun juga
pengaruh bangsa Etruskia yang merupakan bangsa penghuni Italia kuno sebelum
bangsa Romawi sejak tahun 1000 SM. Dalam karya rupa, kuatnya pengaruh Yunani
sangat kental, bahkan boleh dikatakan bahwa bangsa Romawi sangat menggemari,
hingga banyak meniru kekakuan-kekakuan ekspresif dari gaya Yunani kuno yang
terbatas oleh kerangka-kerangka intelektual. Akan tetapi, secara fungsional
keduanya memiliki perbedaan-perbedan tujuan yang fundamental. Seni rupa Yunani
kuno lebih banyak menghasilkan karya yang berfungsi sakral (religius),
sedangkan seni rupa Romawi lebih bersifat profan (Prawira, 2016: 9).
Bentuk-bentuk sempurna dari manusia sengaja ditampilkan dalam seni rupa Yunani
sebagai bentuk pemujaan yang mengagungkan nilai-nilai kemanusiaan dibanding
makhluk lainnya. Dalam seni klasik Yunani, karya yang dihasilkan biasanya
menggambarkan perwujudan para Dewa dan Dewi. Kesempurnaan bentuk tersebut
merupakan simbolisme akan keluhuran para dewa. Dalam seni rupa Romawi, karya
seni lebih banyak menggambarkan keluhuran, kebesaran, dan kekuatan dari Raja,
Prajurit, atau bangsanya. Beberapa karya seni Romawi seolah ingin menyampaikan
pesan pada dunia bahwa bangsa Romawi merupakan bangsa yang paling mampu
menikmati segala hal di dunia. Seni yang dihasilkan keduanya tentu saja
bersifat monumental, bahkan mampu merambah hingga gaya arsitektur
bangunan-bangunannya.
Komentar
Posting Komentar