Intermodalitas Dalam Kesenian Sebagai Wahana Komunikasi Massa
Bunyi dan aksara di dalam kesenian seperti
musik, teater dan film saling memiliki keterkaitan dalam kendaraan atau wahana
yang digunakan dalam penyajiannya. Bunyi merupakan suara atau vokal yang
dimunculkan atau digunakan, sedangkan aksara merupakan huruf atau tulisan yang
digunakan. Dalam berbagai kesenian kontemporer, seringkali kita lihat beberapa
karya seni yang mencaplok ide atau isi karya seni lainnya namun wahana atau
medianya berbeda. Hal ini karena masing-masing media tidak mungkin
dipisah-pisahkan dari media lainnya. Media selalu membutuhkan media lain dan
bahkan berjalan beriringan. Bunyi dan juga tulisan sebagai dua media
berbeda, tentunya juga membutuhkan media lain dalam penyampaian pesan-pesannya.
Kenyataan tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Ellestrom dalam
Damono (2012: 2), bahwa tidak ada gunanya membicarakan tulisan, film,
pertunjukan musik dan televisi dengan anggapan masing-masing media tersebut
adalah pribadi-pribadi yang dapat kawin dan cerai begitu saja, karena semua media
pada dasarnya telah bercampur secara hermafrodit. Sejak jaman dahulu kala,
masyarakat sudah menerapkan cara berkomunikasi dengan menggunakan bunyi, atau
vokal, hingga menggunakan gambar dan berbagai aksara. Hal tersebut karena saat
berkomunikasi, terkadang kita dihadapkan pada masalah intermodalitas dan
intertekstualitas.
Kebutuhan komunikasi antar masyarakat tentu tidak hanya sebatas pada kelompok masyarakat tertentu saja, pada saat-saat tertentu tiap individu terpaksa harus berkomunikasi dengan beragam kelompok masyarakat lain di luar lingkungan sosialnya. Dalam pernyataan mengenai suatu tanda atau objek, terkadang muncul perspektif dan pemahaman yang berbeda antara apa yang diucapkan oleh pembicara dengan audience penangkap pesan. Hal ini menunjukkan modalitas (media) tidak dapat berjalan efektif tanpa adanya intermodalitas dalam penyampaian suatu tanda. Masyarakat kemudian mulai mengenal gambar sebagai solusi dalam penyampaian pesan.
Wahana gambar bisa berupa tiruan dari apa yang dilihat secara kasat mata.
Ketika kita menyebut "anjing" dalam kelompok masyarakat Indonesia
misalnya tentu tidak akan ada masalah. Kalimat "anjing" dapat pula
dialihkan pada media atau wahana lainnya berupa rangkaian huruf A-N-J-I-N-G dan
generasi-generasi masyarakat indonesia beberapa tahun mendatang pun tetap akan
menyebut hewan tersebut adalah "anjing". Bagaimana jika kita menyebut
kata "anjing" kepada orang Jepang? mungkin saja mereka tidak akan
menemukan makna apapun dari kata tersebut, selain kata kosong atau tak bermakna.
Bahkan ketika bunyi tersebut beralih menjadi aksara, orang Jepang tersebut
belum tentu akan memahaminya. Kemudian muncullah gambar sebagai solusi. Orang
Jepang yang melihat gambar anjing tersebut akan mengerti dan menyebutnya
sebagai "inu",
begitupun orang-orang dari negara lain akan menyebutnya dalam bahasa yang
mereka pahami.
Hubungan antar wahana seperti yang dicontohkan diatas menunjukkan hubungan yang ada diantara masing-masing wahana dalam penyampaian pesan-pesan. Hal ini juga terdapat dalam wahana-wahana yang digunakan dalam kesenian. Dalam musik, kita tentu tahu bahwa wahana yang sangat utama dan dominan adalah suara atau bunyi. Musik memang menggunakan media penghasil suara dalam produksinya, akan tetapi kerap kali makna yang ditangkap akan berbeda-beda oleh pendengarnya. Musik membutuhkan aksara sebagai media dalam merekam hal-hal dalam musik yang bersifat tekstual.
Hubungan antar wahana seperti yang dicontohkan diatas menunjukkan hubungan yang ada diantara masing-masing wahana dalam penyampaian pesan-pesan. Hal ini juga terdapat dalam wahana-wahana yang digunakan dalam kesenian. Dalam musik, kita tentu tahu bahwa wahana yang sangat utama dan dominan adalah suara atau bunyi. Musik memang menggunakan media penghasil suara dalam produksinya, akan tetapi kerap kali makna yang ditangkap akan berbeda-beda oleh pendengarnya. Musik membutuhkan aksara sebagai media dalam merekam hal-hal dalam musik yang bersifat tekstual.
Aksara merupakan hasil teknologi manusia bahkan yang tercanggih (Damono,
2012: 9). Aksara memiliki peran yang cukup penting dalam tugasnya untuk merekam
beragam kejadian masa lampau dalam huruf-huruf yang banyak kita kenal sehingga
kita dapat mengetahui banyak kejadian tersebut pada saat ini. Dalam teater dan
film, bunyi adalah berupa suara dan dialog serta musik. Bagi masyarakat tertentu
seperti kalangan seniman teater mungkin akan mudah memahami maksud dari
pementasan teater atau film melalui gerak gerik pemain dan juga dialognya, akan
tetapi bagi orang awam dari wilayah lain tentu membutuhkan teks sebagai
pendukung dalam penyampaian pesan isi cerita. Bagi perupa, berbagai elemen
bentuk yang dapat diindera melalui mata, raba, dan bahkan bau merupakan unsur
penting dalam upaya komunikasi. berbagai kejadian baik dalam kehidupan ekonomi,
politik, sosial, budaya harus mampu disarikan, dibekukan dan dideskripsikan
melalui berbagai bentuk khusus berupa patung, diorama, ornamen, lukisan, maupun
instalasi.
Komentar
Posting Komentar